|
6:37:00 PM | |
komentar (0)
Filed under:
|
8 langkah memotivasi belajar siswa
1. Pujian Verbal
Dalam bahasa Inggris banyak sekali kata-kata yang bisa kita gunakan
untuk memuji siswa, seperti great job, good, awesome, amazing, well
done, outstanding, superb, wonderful, dan lain-lain. Di dunia barat,
memberi pujian secara verbal dan spontan adalah hal yang lumrah, biasa
dilakukan oleh siapa saja, suami kepada istri, anak, saudara, kita
kepada teman atau orang lain. Budaya di Indonesia memberi pujian secara
verbal belum umum dilakukan karena kita tak terbiasa mengekspresikan
perasaan secara langsung. Hanya sedikit kata-kata yang mewakili ekspresi
perasaan, seperti luar biasa, bagus, baik, keren dan lumayan. Jadi,
berilah pujian secara verbal dan langsung kepada siswa Anda sekecil
apapun yang dilakukan oleh mereka. Misalnya biasakan mengucapkan terima
kasih bila murid membantu membawakan buku. Ucapkan ‘usahamu bagus’ bila
Anda melihat murid Anda berusaha mengerjakan soal matematika meski ia
masih salah menjawabnya.
2. Poin Kelompok
Poin kelompok merupakan salah satu cara untuk meningkatkan motivasi
belajar di kelas. Bahkan dapat pula menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan
kerjasama. Caranya mudah. Bentuklah kelompok kompetisi saat Anda ingin
memberi pertanyaan pada siswa. Ooin bisa 1 sampai 10 atau 10 sampai 100
sesuai kebutuhan. Poin tak hanya untuk kelompok yang dapat menjawab
pertanyaan, tapi dapat juga diberikan ketika Anda fokus pada managemen
kelas, misalnya kelompok yang paling rajin, kompak, atau bersemangat.
3. Umumkan di Kelas
Jika Anda ingin meningkatkan rasa bangga, martabat, atau eksistensi
siswa, bacalah karya-karya siswa di depan semua murid. Berilah komentar
positif dan hal-hal yang perlu ditingkatkan. Mintalah teman-temannya
untuk berkomentar positif terhadap hasil karya temannya
.
4. Menulis Komentar Positif
Jika Anda memeriksa pekerjaan siswa, jangan hanya memberi angka. Berilah
komentar positif dibukunya dengan kalimat, bukan sekadar tulisan
‘bagus’. Jeli dalam melihat kelebihan siswa akan membuat siswa merasa
istimewa di mata gurunya
.
5. Pemilihan Murid Berprestasi
Pemilihan murid berprestasi tidak harus difokuskan pada nilai angka.
Sebagai guru, Anda dapat menentukan kriteria bersama-sama dengan siswa
di kelas untuk menetapkan pemilihan siswa berprestasi secara berkala.
Kriteria bisa berdasarkan pada seringnya menunjukkan kemajuan belajar,
usaha yang dilakukan, sikap, detail pekerjaan, semangat belajar dan
sebagainya. Pentingnya menentukan kriteria bersama dapat berdampak
positif terhadap siswa di kelas, yaitu menumbuhkan rasa saling memiliki
.
6. Stiker dan Stempel
Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja siswa dapat dilakukan dengan
cara menempel stiker, mencap dengan stempel kartun, atau Anda dapat
menggambar bintang di buku mereka dan memberi komentar positif. Misalnya
dengan mengatakan: “Pekerjaanmu istimewa, kamu sudah menunjukkan usaha
yang luar biasa. Yang perlu ditingkat adalah….” Tunjukkan bahwa murid
Anda adalah istimewa.
7. Grafik Prestasi
Buatlah satu lembar grafik berupa grid atau seperti dalam buku
kotak-kotak, yang berisi nama siswa seluruh kelas. Setiap kali Anda
menemukan siswa menunjukkan kemajuan, baik akademik maupun tingkah laku,
maka siswa akan mewarnai satu kotak pada grafik. Berapa kotak yang
harus diwarnai, terserah kebijakan Anda sebagai guru. Grafik ini dapat
memudahkan guru dalam memantau perkembangan akademik dan tingkah laku
siswa. Grafik ini dapat pula menumbuhkan jiwa kompetensi. Siswa yang
grafiknya rendah akan terpacu untuk belajar giat
.
8. Tulis Nama Siswa di Papan Tulis
Cara yang paling mudah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan
membuat siswa merasa istimewa adalah dengan menuliskan namanya di papan
dan menggambar bintang di sebelahnya.
Perlu diingat bahwa setiap anak di kelas butuh diterima oleh guru dan
teman-temannya serta eksistensinya diakui. Manfaat lain adalah kelas
Anda menjadi lebih hidup dan menyenangkan. Siswa juga akan lebih fokus
dan senang belajar. Materi apapun yang Anda ajarkan akan menjadi lebih
variatif dan tidak membosankan. Jika setiap anak merasa istimewa
diterima segala kelebihan dan kekurangannya, otomatis hal ini akan
meningkatkan rasa percaya diri dan selanjutya akan meningkatkan motivasi
belajar. Strategi di atas hanyalah beberapa contoh saja. Sebagai guru,
Anda harus terus mengeksplor diri.
Perlu diingat pula bahwa Anda harus melibatkan seluruh siswa dalam
menentukan kriteria atau ketentuan untuk siswa yang layak mendapat
penghargaan. Keterlibatan siswa dapat menumbuhkan rasa memiliki
kelasnya, diterima, dan dibutuhkan. Tidak harus semua strategi tersebut
dilakukan pada saat bersamaan, tetapi diskusikan dengan siswa apa yang
mereka inginkan. Suksesnya pengelolaan kelas tidak hanya ditentukan oleh
nilai angka yang diperoleh siswa, tetapi bagaimana siswa memahami apa
yang dipelajari, dapat mengaplikasikan, dan punya motivasi belajar
sumber :http://suaraguru.wordpress.com/2012/07/15/delapan-langkah-memotivasi-belajar-siswa/
MAKALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN DI MASYARAKAT TERPENCIL | 5:42:00 PM |
Filed under:
|
PEMBAHASAN
Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri, kompetisi dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok negeri dan bagi masyarakat menengah ke bawah. Mereka yang paling memerlukan layanan pendidikan dalam mengantisipasi persaingan global di samping penyandang buta huruf adalah masyarakat miskin di tempat-tempat yang jauh dan tersebar.
Untuk itu, agenda penting yang harus menjadi prioritas adalah peningkatan pemerataan pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin yang berjumlah sekitar 38,4 juta atau 17,6 persen dari total penduduk Indonesia (berdasarkan data Badan Pusat Statistik : 2007). Problem mereka, kemiskinan menjadi hambatan utama dalam mendapatkan akses pendidikan.
Bila pendidikan ingin menjangkau mereka yang kurang beruntung ini – bila perbaikan hidup masyarakat yang lebih banyak ini yang menjadi sasaran kita dengan menyediakan pendidikan yang lebih berkualitas. Pemerataan pendidikan masyarakat miskin dan terpencil di Indonesia, dapat dibagi menjadi pemerataan pendidikan formal dan pemerataan pendidikan non formal.
Selain itu, penyebaran geografis lembaga pendidikan tinggi unggulan di Indonesia juga tidak merata. Berbagai universitas terkemuka dipusatkan berada di pulau Jawa, sehingga masyarakat yang berada di pulau lain harus meninggalkan kampung halamannya demi melanjutkan pendidikan tinggi. Kritik kini mulai bermunculan atas pelaksanaan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) bagi beberapa universitas dan institut, seperti: UI, UGM, USU, UPI, ITB, dan IPB. BHMN dinilai telah mengarah ke komersialisasi pendidikan, yang bertentangan dengan misi utama sebuah lembaga pendidikan tinggi. Untuk bisa kuliah di universitas dan institut terpandang itu, orangtua mahasiswa harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah. Ada beberapa argument yang menyebabkan muncul gerakan protes atas gejala komersialisasi pendidikan tinggi. Pertama, pendidikan tinggi yang selama ini bersifat elitis akan semakin bertambah elitis. Perguruan tinggi bertarif mahal akan makin mengentalkan watak elitisme dan kian mereduksi jiwa egalitarianisme. Gejala ini jelas bertentangan dengan prinsip pemerataan pendidikan seperti diamanatkan di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional.
Prinsip dasar pemerataan ini sangat penting guna memberikan kesempatan bagi semua golongan masyarakat, untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang baik. Kedua, ada alasan ideologis di balik gerakan protes itu. Selama ini, yang bisa menikmati pendidikan tinggi adalah orang-orang yang berasal dari keluarga kelas menengah. Bagi orang-orang yang berasal dari kelas bawah (keluarga miskin) mengalami kesulitan mendapatkan akses pendidikan tinggi dengan biaya yang mahal itu (Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia, (http://edu-articles.com, diakses 9 Maret 2009)).
2.1.2 Pemerataan Pendidikan Nonformal
Sampai dengan tahun 2006, pendidikan non formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja (transition from school to work) maupun sebagai bentuk pendidikan sepanjang hayat belum dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Pada saat yang sama, kesadaran masyarakat khususnya yang berusia dewasa untuk terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya masih sangat rendah. Apalagi pendidikan non formal, pada umumnya membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga tidak dapat terangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.
Sementara itu, pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,24 tahun. Meskipun pada tahun 2004 angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7–12 tahun sudah hampir 100 persen, angka partisipasi sekolah penduduk usia 13–15 tahun dan penduduk usia 16–18 tahun masing-masing baru mencapai 83,5 persen dan 53,5 persen (Susenas 2004). Untuk itu, diperlukan upaya sungguh-sungguh baik oleh pemerintah maupun masyarakat agar dapat meningkatkan angka partisipasi pendidikan penduduk Indonesia. Dalam hal ini, pada tahun 2006, pencapaian APS diperkirakan masih sebesar 83,2 persen pada kelompok usia 13–15 tahun dan 56,0 persen pada kelompok usia 16–18 tahun sesuai sasaran RKP 2006.
Meskipun demikian, pembangunan pendidikan masih dihadapkan pada sejumlah permasalahan terutama berkaitan dengan perluasan akses dan pemerataan pendidikan pada jalur formal. Menurut data Susenas 2004, dari penduduk usia sekolah 7–24 tahun yang berjumlah 76,0 juta orang, yang tertampung pada jenjang SD sampai dengan PT tercatat baru mencapai 41,5 juta orang atau sebesar 55 persen.
Sementara itu, menurut data Balitbang Depdiknas 2004, angka putus sekolah atau drop-out di tingkat SD/MI tercatat sebanyak 685.967 anak, yang berhasil lulus SD/MI tetapi tidak melanjutkan ke jenjang SMP/MTs dan putus sekolah di tingkat SMP/MTs sebanyak 759.054 orang. Masalah putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan terutama pada jenjang pendidikan dasar merupakan persoalan serius yang dapat mempengaruhi keberhasilan penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang diharapkan tuntas pada tahun 2008 yang dapat diukur antara lain dengan peningkatan angka partisipasi kasar jenjang pendidikan sekolah menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95 persen. Namun demikian sampai dengan tahun 2006 belum seluruh rakyat dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar.
Eksistensi televisi sebagai media komunikasi pada prinsipnya, bertujuan untuk dapat menginformasikan segala bentuk acaranya kepada masyarakat luas. Hendaknya, televisi mempunyai kewajiban moral untuk ikut serta berpartisipasi dalam menginformasikan, mendidik, dan menghibur masyarakat yang pada gilirannya berdampak pada perkembangan pendidikan masyarakat melalui tayangan-tayangan yang disiarkannya. Sebagai media yang memanfaatkan luasnya daerah liputan satelit, televisi menjadi sarana pemersatu wilayah yang efektif bagi pemerintah.
Pemerintah melalui TVRI menyampaikan program-program pembangunan dan kebijaksanaan ke seluruh pelosok tanpa hambatan geografis yang berarti. Saat ini juga telah dirintis Televisi Edukasi (TV-E), media elektronik untuk pendidikan itu dirintis oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom), lembaga yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini untuk memberikan layanan siaran pendidikan berkualitas yang dapat menunjang tujuan pendidikan nasional.
Tugasnya mengkaji, merancang, mengembangkan, menyebarluaskan, mengevaluasi, dan membina kegiatan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan jarak jauh/terbuka. Ini dalam rangka peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan prinsip teknologi pendidikan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional.
Upaya-upaya peningkatan pemerataan pendidikan bagi masyarakat miskin dan masyarakat terpencil yang disarankan oleh penulis adalah :
PENUTUP
Pemerataan pendidikan yang ada saat ini masih kurang terealisasikan dengan baik. Permasalahannya yaitu karena pendidikan itu sendiri masih berorientsi di wilayah perkotaan dan subsidi dari pemerintah itu pun masih belum mencukupi untuk masyarakat yang tidak mampu yang jumlahnya cukup besar. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan bagi masyarakat miskin dan terpencil di Indonesia yaitu dengan adanya program wajib belajar 9 tahun dan pengadaan teknologi informasi seperti televisi dan radio.
© 2008 Sri Lestari 'Afifah
Design by Templates4all
Converted to Blogger Template by BloggerTricks.com